18 November 2016

Makalah Pola Kepemimpinan Visioner Dalam Implementasi MBS


POLA KEPEMIMPINAN VISIONER
DALAM IMPLEMENTASI MBS

Dosen Pengampu:
1.    Dr. Sudharto, MA
2.    Dr. Muhdi, M.Hum
3.    Dr. M. Th. S.R. Retnaningdyastuti, M.Pd
4.    Dr. Noor Miyono, M.Pd










Disusun oleh:
                               
                               Sholeh Prihatin                                   : 14510138
                              

PROGRAM PASCA SARJANA
MANAJEMEN PENDIDIKAN


2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, shalawat salam kita haturkan kepangkuan beliau Nabi Muhammad SAW atas berkat dan rahmat dan hidayahNya kami bisa menyusun makalah ini Terimakasih kami ucapkan kepada Bapak Dosen yang telah membimbing kami sehingga makalah ini dapat kami selesaikan. Serta terimakasih pula kepada rekan-rekan yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan makalah ini.
Makalah bejudul “Pola Kepemimpinan Visioner Dalam Implementasi MBS” ini, kami susun dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Kebijakan Pendidikan.
Kami sadar bahwa “Tiada Gading yang Tak Retak”, begitu pula dengan tugas makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat mendekati sempurna.


............................. ,   Mei 2016


Penyusun





DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ...............................................................................      i
DAFTAR ISI ...............................................................................................      ii
BAB I : PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang .........................................................................      1
B.       Perumusan Masalah ..................................................................      3
C.       Tujuan dan Manfaat Penulisan .................................................      3
BAB II : PEMBAHASAN
A.      Pola Kepemimpinan Visioner Dalam Implementasi MBS........      4
B.       Kepemimpinan Visioner Ki Hajar Dewantara .........................     
BAB III : PENUTUP
A.      Kesimpulan ..............................................................................      12
B.       Saran ........................................................................................      12
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................             13


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Keberhasilan masa kini dan pada masa yang akan datang sekolah tidak bisa dilepaskan dari pemimpin. Dalam konteks perjalanan dan eksistensi sekolah, pemimpin bisa diibaratkan sebagai pemegang kemudi yang menentukan arah dan tujuan organisasi sekaligus eksistensinya pada masa yang akan datang.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan merupakan tempat berkumpulnya individu-individu yang secara bersama-sama bekerja untuk mencapai visi, misi dan tujuan sekolah yang telah ditetapkan. Tugas mengarahkan sekolah, yang di dalamnya berisi manusia dengan berbagai latar belakang, karakter dan kemampuan bukan hal mudah yang harus dijalankan oleh seorang pemimpin.
Untuk mendekati, mengarahkan dan membawa sekolah menuju visinya diperlukan pemimpin yang bisa melakukan berbagai pendekatan dengan dan melalui gaya kepemimpinan yang sesuai dengan konteks dan kondisi sekolah yang dipimpinnya. Kemampuan pemimpin untuk mengatur sekolah dengan gaya kepemimpinan tertentu akan mengarahkan untuk bisa mencapai visi, misi dan tujuan sekolah.

B.  Rumusan Masalah
1.    Bagaimana pola kepemimpinan visioner dalam implementasi MBS?
2.    Bagaimana pola kepemimpinan visioner Ki Hajar Dewantara?

C.  Tujuan dan Manfaat
1.    Mengetahui pola kepemimpinan visioner dalam implementasi MBS.
2.    Mengetahui pola kepemimpinan visioner Ki Hajar Dewantara.



BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pola Kepemimpinan Visioner Dalam Implementasi MBS.
Pola kepemimpinan dalam sekolah serta tipe kepemimpinan adalah hal yang tidak bisa dipisahkan. Tipe kepemimpinan adalah gaya yang dipakai oleh seorang pemimpin untuk tidak hanya mengendalikan sekolah tetapi juga menginspirasi dan menciptkan kultur sekolah yang dipimpinnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sekaligus menjaga keberlangsungan sekolah pada masa yang akan datang.
Oleh karena itu, pada bagian ini akan dibahasa mengenai (teori) kepemimpinan visioner serta aplikasi dari pola kepemimpinan tersebut.
Kepemimpinan visioner sangat diperlukan untuk memajukan sebuah sekolah. dalam dunia pendidikan, khususnya dalam konteks school based management (MBS) kepemimpinan tipe ini sangatlah diperlukan. Bukan hanya diperlukan, kepemimpinan visioner sangat relevan dan didambakan untuk meningkatkan kualitas sekolah.
Tujuan utama manajemen berbasis sekolah (MBS) adalah meningkatkan efisiensi mutu dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi dicapai melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat, dan penyederhanaan birokrasi. Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orang tua, kelenturan pengelolaan sekolah, peningakatan profesionalisme guru, adanya hadiah dan hukuman sebagai kontrol, serta hal lain yang dapat menumbuh kembangkan suasana yang kondusif. 
Menurut Kustini Hardi, ada tiga tujuan manajemen berbasis sekolah (MBS). Pertama, mengembangkan kemampuan kepala sekolah bersama guru dan unsur komite sekolah dalam aspek manajemen berbasis sekolah (MBS) untuk meningkatkan mutu sekolah. Kedua, mengembangkan kemampuan kepala sekolah bersama guru dan unsur komite sekolah dalam pelaksanaan pembelajaran yang aktif dan menyenangkan, baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan setempat. Ketiga, mengembangkan peran serta masyarakat yang lebih aktif dalam masalah umum persekolahan dari sekolah untuk membantu peningkatan mutu sekolah.
Kepemimpinan visioner bisa dipahami sebagai pola kepemimpinan yang ditujukan untuk memberi arti pada kerja dan usaha yang perlu dilakukan bersama-sama oleh para warga sekolah dengan memberi arahan dan makna pada kerja dan usaha yang dilakukan berdasarkan visi yang jelas (Kertanegara, 2003 dalam Suprayitno, 2007).
Selain mengandung unsur kemampuan untuk memberi makna atau arti pada kerja dan usaha bawahan dengan memberikan arahan, seorang pemimpin yang visioner haruslah seorang yang bisa menjadi agen perubahan yang unggul dan menjadi penentu arah sekolah yang memahami prioritas, menjadi pelatih yang professional, serta dapat membimbing bawahannya untuk bisa bekerja secara professional seperti yang diharapakan.
Untuk bisa menjadikan sekolah dan seluruh elemen yang ada di dalamnya bisa bekerja secara maksimal sesuai dengan yang diharapakan, maka seorang pemimpin yang visioner dituntut untuk mampu menjalankan empat peran. Nanus (1992, dalam Suprayitno, 2007:6) mengungkapkan keempat peran yang harus bisa dijalankan oleh seorang pemimpin yang visioner adalah:
1)   Peran penentu arah (direction setter).
Peran ini adalah peran dimana seorang pemimpin menyajikan suatu visi, meyakinkan gambaran atau target untuk suatu organisasi, guna diraih pada masa depan, dengan melibatkan orang-orang yang ada dalam organisasi. Sebagai penentu arah, pemimpin harus bisa menyampaikan visi, mengomunikasikannya, memotivasi pekerja dan rekan,serta meyakinkan orang bahwa apa yang dilakukan adalah hal yang benar, dan mendukung partisipasi pada seluruh tingkat dan pada seluruh tahap usaha menuju masa depan.
2)   Agen perubahan (agent of change).
Peran ini adalah peran penting kedua. Pemimpin yang efektif harus mampu secara konstan menyesuaikan organisasi untuk bisa beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungan luar baik perubahan dalam bidang ekonomi, sosial, teknologi dan politik yang sifatnya dinamis. Selain itu, dengan mengacu kepada perubahan-perubahan yang selalu terjadi, pemimpin harus mampu berpikir dalam kerangka waktu masa depan mengenai perubahan potensial dan yang dapat diubah.
3)   Juru bicara (spoke person).
Pemimpin sebagai juru bicara visi harus mengomunikasikan suatu pesan yang mengikat semua orang untuk melibatkan diri dan menyentuh visi organisasi baik secara internal dan eksternal. Efektivitas pemimpin pada tataran ini sangat ditentukan oleh kecakapannya untuk mengetahui dan menghargai segala bentuk komunikasi yang ada kemudian mendayagunakannya untuk menjelaskan dan membangun dukungan bagi visi masa depan organisasi.
4)   Pelatih (coach).
Pemimpin visioner yang efektif harus bisa menjadi pelatih yang baik. Artinya, pemimpin harus menggunakan kerjasama kelompok untuk mencapai visi yang telah dikemukakan dan mengoptimalkan kemampuan seluruh “pemain” untuk bekerjasama, mengoordinir aktivitas atau usaha para “pemain”, untuk mencapai “kemenangan” atau mencapai visi organisasi. sebagai pelatih, pemimpin harus bisa membuat dan menjaga supaya semua “pemainnya” bisa fokus untuk merealisasikan visi dengan memberikan pengarahan, memberikan harapan dan membangun kepercayaan di antara pemain yang penting bagi organisasi dan visinya untuk masa depan.

Efektifitas peran seorang pemimpin visioner bisa dijalankan secara maksimal apabila ia memiliki kompetensi. Mengenai kompetensi, Nanus (1992 dalam Suprayitno, 2007:5) menyatakan empat kompetensi yang harus dimiliki pemimpin visioner. Yang pertama adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan manajer dan karyawan lainnya dalam organisasi.
Kemampuan memahami lingkungan luar dan bereaksi secara cepat terhadap potensi ancaman dan peluang adalah kompetensi kedua yang wajib dimiliki oleh pemimpin yang visioner. Dalam kemampuan bereaksi ini tercakup komponen bisa melakukan relasi secara cakap dengan orang-orang kunci di luar organisasi yang memiliki pengaruh signifikan terhadap organisasi.
Kompetensi ketiga adalah kemampuan pemimpin untuk membentuk dan mempengaruhi praktik organisasi, prosedur, produk, dan jasa. Dalam konteks ini pemimpin harus terlibat untuk menghasilkan dan memertahankan kesempurnaan pelayanan, sembari memersiapkan dan memandu jalannya organisasi untuk mencapai visi yang telah ditetapkan.
Kompetensi yang terakhir adalah kemampuan untuk mengembangkan ceruk guna mengantisipasi masa depan. Yang dimaksud dengan ceruk adalah sebuah bentuk imajinatif, yang didasarkan pada kemampuan data untuk mengakses kebutuhan masa depan konsumen, teknologi dan lain sebagainya. Ini termasuk kemampuan untuk mengatur sumberdaya organisasi guna memersiapkan diri menghadapi kemunculan kebutuhan dan perubahan.

Berbeda dari Nanus (1992) yang hanya menyajikan empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin visioner, Brown (dalam Ardi, 2011) mengemukakan sepuluh kompetensi berikut ini:
1)        Visualizing. Pemimpin visioner mempunyai gambaran yang jelas tentang apa yang hendak dicapai dan mempunyai gambaran yang jelas kapan hal itu akan dapat dicapai.
2)        Futuristic Thinking. Pemimpin visioner tidak hanya memikirkan di mana posisi bisnis pada saat ini, tetapi lebih memikirkan di mana posisi yang diinginkan pada masa yang akan datang.
3)        Showing Foresight. Pemimpin visioner adalah perencana yang dapat memperkirakan masa depan. Dalam membuat rencana tidak hanya mempertimbangkan apa yang ingin dilakukan, tetapi mempertimbangkan teknologi, prosedur, organisasi dan faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi rencana.
4)        Proactive Planning. Pemimpin visioner menetapkan sasaran dan strategi yang spesifik untuk mencapai sasaran tersebut. Pemimpin visioner mampu mengantisipasi atau mempertimbangkan rintangan potensial dan mengembangkan rencana darurat untuk menanggulangi rintangan itu
5)        Creative Thinking. Dalam menghadapi tantangan pemimpin visioner berusaha mencari alternatif jalan keluar yang baru dengan memperhatikan isu, peluang dan masalah. Pemimpin visioner akan berkata “If it ain’t broke, BREAK IT!”.
6)        Taking Risks. Pemimpin visioner berani mengambil resiko, dan menganggap kegagalan sebagai peluang bukan kemunduran.
7)        Process alignment. Pemimpin visioner mengetahui bagaimana cara menghubungkan sasaran dirinya dengan sasaran organisasi. Ia dapat dengan segera menselaraskan tugas dan pekerjaan setiap departemen pada seluruh organisasi.
8)        Coalition building. Pemimpin visioner menyadari bahwa dalam rangka mencapai sasara dirinya, dia harus menciptakan hubungan yang harmonis baik ke dalam maupun ke luar organisasi. Dia aktif mencari peluang untuk bekerjasama dengan berbagai macam individu, departemen dan golongan tertentu.
9)        Continuous Learning. Pemimpin visioner harus mampu dengan teratur mengambil bagian dalam pelatihan dan berbagai jenis pengembanganlainnya, baik di dalam maupun di luar organisasi. Pemimpin visioner mampu menguji setiap interaksi, negatif atau positif, sehingga mampu mempelajari situasi. Pemimpin visioner mampu mengejar peluang untuk bekerjasama dan mengambil bagian dalam proyek yang dapat memperluas pengetahuan, memberikan tantangan berpikir dan mengembangkan imajinasi.
10)    Embracing Change. Pemimpin visioner mengetahui bahwa perubahan adalah suatu bagian yang penting bagi pertumbuhan dan pengembangan. Ketika ditemukan perubahan yang tidak diinginkan atau tidak diantisipasi, pemimpin visioner dengan aktif menyelidiki jalan yang dapat memberikan manfaat pada perubahan tersebut.

Dari kompetensi-kompetensi yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan visioner adalah kepemimpinan yang kerja pokoknya difokuskan pada rekayasa masa depan yang penuh tantangan dan ditandai oleh kemampuan dalam membuat perencanaan yang jelas sehingga dari rumusan visinya akan tergambar sasaran yang hendak dicapai dari pengembangan lembaga yang dipimpinnya. Dalam konteks kepemimpinan pendidikan, penentuan sasaran dari rumusan visi tersebut dikenal dengan sasaran bidang hasil pokok. Di samping itu, kemampuan visioner pemimpin dimaknai sebagai kemampuan untuk mencipta, merumuskan, mengomunikasikan, mensosialisasikan / mentransformasikan dan mengimplementasikan pemikiran-pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau sebagai hasil interaksi sosial diantara anggota organisasi dan pemangku kepentingan (stakeholders) yang diyakini sebagai cita-cita organisasi pada masa yang akan datang yang harus diraih atau diwujudkan melalui semua personel (Kuntho, 2011).

B.  Konsep Kepemimpinan Visioner Ala Ki Hajar Dewantara
Konsep kepemimpinan visioner ala Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia, menarik sangat menarik. Melalui konsepnya Ing ngarso sungtulodo, Ing madyo mangun karso, Tut wuri handayani (yang di depan memberi teladan, yang di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa, dan yang di belakang memberi dorongan) mampu memerbarui konsep kepemimpinan visioner dan menghapus konsep-konsep yang salah terkait kepemimpinan.
Konsep-konsep keliru yang diperbarui oleh Ki Hajar Dewantara melalui semboyan ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani adalah pemahaman bahwa pemimpin harus sepenuhnya demokratis terhadap keinginan rakyatnya; pemimpinn harus selalu memiliki jabatan pemimpin; dan konsep bahwa pemimpin harus dikenal sebagai pemimpin (Sianipar, 2010).
Melalui semboyan ing ngarso sung tuladha, Ki Hajar mengajarkan bahwa seorang pemimpin harus menjadi contoh dan panutan bagi para pengikutnya. Namu kenyataannya, dalam berbagai kasus, justru hal ini tidak tercapai. Pemimpin banyak tidak bisa menjadi panutan bagi pengikutnya. Dalam konteks kepemimpinan visioner, pemimpin harus mampu melakukan prinsip greater good dengan berani berkorban (untuk sementara) guna mencapai hasil yang lebih baik. Pemimpin tidak hanya berani menuntut pengikutnya untuk berkorban tetapi dia sendiri harus melakukannya.
Ing madya mangun karso yang artinya yang di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa. Dalam konteks kepemimpinan visioner, semboyan ini dioperasionalkan dalam wujud konsep bahwa pemimpin tidak selamanya harus memiliki suatu jabatan kepemimpinan. Perspektif semboyan ini adalah ketika sesorang tidak memiliki jabatan atau validitas sebagai pemimpin, ia memiliki keleluasaan untuk memimpin. Namun demikian, operasionalisasi konsep ini bukan tanpa kendala. Pertanyaan yang bisa muncul adalah, apakah seseorang yang tidak memiliki validitas sebagai pemimpin bisa dianggap pemimpin dan dijadikan panutan bagi orang banyak?
Slogan yang terakhir adalah tut wuri handayani. Yang di belakang memberikan dorongan. Ini adalah esensi penting dari seorang pemimpin visioner. Pemimpin visioner harus mengerti bahwa ada kalanya tidak memimpin sama sekali justru merupakan tindakan memimpin. Dalam konteks semacam ini, yang perlu dipersiapkan adalah pengikut, bukan pemimpin. Apakah pengikut bisa menerima dorongan yang diberikan oleh seorang pemimpin yang tidak memimpin? Dalam kasus semacam inilah kedewasaan dan kematangan individu dan organisasi bisa diketahui. Apakah dorongan dilakukan karena faktor otoritas dan kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin. Atau, apakah pengikut bisa dan mau menerima dorongan ketika seorang pemimpin tidak sedang menjalankan tampuk kepemimpinannya?
Tut wuri handayani sejatinya jauh lebih dalam dari sekedar memberikan kesempatan kepada orang lain untuk menjadi ketua atau pemimpin (Sianipar, 2010). Tafsiran mendalam tut wuri handayani dalam makna kepemimpinan adalah bahwa untuk menjadi pemimpin, kita tidak perlu pengakuan orang lain bahwa kita adalah pemimpin.
Semboyan Ki Hajar Dewantara kalau dilebur dalam konsep kepemimpinan akan menghasilkan konsep kepemimpinan visioner yang ideal karena di dalamnya tercakup pemimpin yang berani dan rela berkorban karena memiliki visi yang baik untuk orang yang dipimpinnya dan tidak gila jabatan.
Harus diakui bahwa, tidak mudah untuk mewujudkan dan mengoperasionalisaskan konsep kepemimpinan visioner ala Ki Hajar Dewantara yang akarnya tertanam kuat dan dalam dalam budaya bangsa Indonesia. Diperlukan lebih dari sekedar pengetahuan untuk bisa mengaplikasikan konsep ini. Namun demikian, konsep ini tidak mustahil untuk dilakukan manakala kita memiliki tekad dan pandangan jauh ke depan sebagai seorang pemimpin visioner dalam arti yang sesungguhnya.




BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Kepemimpinan visioner sangat diperlukan untuk memajukan sebuah sekolah. dalam dunia pendidikan, khususnya dalam konteks school based management (MBS) kepemimpinan tipe ini sangatlah diperlukan. Bukan hanya diperlukan, kepemimpinan visioner sangat relevan dan didambakan untuk meningkatkan kualitas sekolah.
Kepemimpinan visioner bisa dipahami sebagai pola kepemimpinan yang ditujukan untuk memberi arti pada kerja dan usaha yang perlu dilakukan bersama-sama oleh para warga sekolah dengan memberi arahan dan makna pada kerja dan usaha yang dilakukan berdasarkan visi yang jelas (Kertanegara, 2003 dalam Suprayitno, 2007).
Konsep-konsep keliru yang diperbarui oleh Ki Hajar Dewantara melalui semboyan ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani adalah pemahaman bahwa pemimpin harus sepenuhnya demokratis terhadap keinginan rakyatnya; pemimpinn harus selalu memiliki jabatan pemimpin; dan konsep bahwa pemimpin harus dikenal sebagai pemimpin (Sianipar, 2010).
B.  Saran
Pola kepemimpinan visioner dalam implementasi MBS tidak hanya mengandung unsur kemampuan untuk memberi makna atau arti pada kerja dan usaha bawahan dengan memberikan arahan, seorang pemimpin yang visioner haruslah seorang yang bisa menjadi agen perubahan yang unggul dan menjadi penentu arah sekolah yang memahami prioritas, menjadi pelatih yang professional, serta dapat membimbing bawahannya untuk bisa bekerja secara professional seperti yang diharapakan.



DAFTAR PUSAKA

Gibson (dkk). Agus Dharma (Ed). 1992. Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses. Jakarta: Erlangga.
Mitchell, Terrence dan Green, Stephen. 2005. Attribution Theory: Managerial Perceptions of the Poor Performing Subordinate. Dalam John B. Miner (Ed), Organizational Behaviour 1 (hlm. 184-206). New York: M.E. Sharpe.
Purnama, Nursya’bani. 2000. Kepemimpinan Organisasi Masa Depan: Konsep dan Strategi Keefektifan. Jurnal Siasat Bisnis, 5 (1):115-129.
Robbins, Stephen P. 2007. Perilaku Organisasi. Jakarta: Indeks.
Ardi, Havid. 2011. Kepemimpinan Dalam Organisasi, (Online), http://callhavid.wordpress.com/2011/04/30/kepemimpinan-dalam-organisasi/, diakses 20 Maret 2012
Kuntho, Syerly Ade. 2011. Kepemimpinan Visioner, (Online), http://edukonten.blogspot.com/2011/08/kepemimpinan-visioner.html, diakses 19 Maret 2012.
Sianipar, Obey Wibinov. 2010. Kepemimpinan Visioner Ala Ki Hajar Dewantara, (Online), http://kem.ami.or.id/2011/10/kepemimpinan-visioner/, diakses 22 Maret 2012
Suprayitno. 2007. Pemimpin Visioner Dalam Perubahan Organisasional. Jurnal Ekonomi dan Kewirausahaan, 7 (2): 115-123.
Sashkin, Marshall dan Sashkin, Molly G. 2003. Leadership That Matters: The Critical Factors For Making A Difference in People’s Lives And Organization’s Success. 2003. San Francisco: Barrett-Koehler Publishers, Inc.

Yukl, Gary. 2001. Kepemimpinan dalam Organisasi. Terjemahan Budi Supriyanto. 2010. Jakarta: Indeks.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tolong tinggalkan komentar.. okey!!!