PERENCANAAN STRATEGIK
DI ERA OTONOMI
Dosen Pengampu:
Disusun oleh:
PROGRAM PASCA SARJANA
MANAJEMEN PENDIDIKAN
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat
Allah SWT, shalawat salam kita haturkan kepangkuan beliau Nabi Muhammad SAW
atas berkat dan rahmat dan hidayahNya kami bisa menyusun makalah ini, Terimakasih
kami ucapkan kepada bapak Dosen yang
telah membimbing kami sehingga makalah ini dapat kami selesaikan. Serta
terimakasih pula kepada rekan-rekan yang telah membantu secara langsung maupun
tidak langsung dalam menyelesaikan makalah ini.
Makalah bejudul “Perencanaan
Strategik Di Era Otonomi” ini, kami susun dengan tujuan untuk memenuhi tugas
mata kuliah Manajemen Strategik.
Kami sadar bahwa “Tiada
Gading yang Tak Retak”, begitu pula dengan tugas makalah ini masih jauh dari
sempurna. Maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar
makalah ini dapat mendekati sempurna.
...................., Oktober 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA
PENGANTAR ............................................................................... i
DAFTAR
ISI
............................................................................................... ii
BAB
I : PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang ......................................................................... 1
B. Perumusan
Masalah .................................................................. 1
C. Tujuan
dan Manfaat Penulisan ................................................. 1
BAB
II : PEMBAHASAN
A. Pengertian
Perencanaan............................................................ 2
B. Pengertian
Perencanaan Strategik ............................................ 4
C. Pengertian
Otonomi Dibidang Pendidikan............................... 6
BAB III : PENUTUP
Kesimpulan ..................................................................................... 11
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perencanaan
ialah sejumlah kegiatan yang ditentukan sebelumnya untuk dilaksanakan pada
suatu periode tertentu dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan.
Perencanaan
strategis sebagai respon terhadap tujuan yang terlalu luas (dan sering seperti
impian) dalam perencanaan komprehensif, maka para perencana, di dekade-dekade
akhir Abad ke 20, meminjam pendekatan perencanaan strategis yang biasa dipakai
dalam dunia usaha dan militer. Pendekatan strategis memfokuskan secara efisien
pada tujuan yang spesifik, dengan meniru cara perusahaan swasta yang diterapkan
pada gaya perencanaan publik, tanpa menswastakan kepemilikan publik.
Kebijakan pendidikan adalah keseluruhan proses dan
langkah-langkah strategic dalam mewujudkan cita-cita pendidikan dalam kurun
waktu tertentu. Terdapat kebijakan yang diturunkan oleh pemerintah diantaranya
kebijakan yang diturunkan pada Perda dan Perbup atau Perwal. Hal tersebut biasanya
yang digunakan sebagai arah atau pedoman pemerintah kota untuk melakukan
perencanaan, pelaksanaan suatu program kerja ataupun mengatasi permasalahan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian perencanaan?
2. Apa
pengertian perencanaan strategik?
3. Apa
pengertian otonomi dibidang pendidikan?
C. Tujuan dan Manfaat
1. Mengetahui
pengertian perencanaan
2. Mengetahui
pengertian perencanaan strategik
3. Mengetahui
pengertian otonomi dibidang pendidikan
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PERENCANAAN
1.
Pengertian
perencanaan
Perencanaan ialah sejumlah kegiatan yang
ditentukan sebelumnya untuk dilaksanakan pada suatu periode tertentu dalam
rangka mencapai tujuan yang ditetapkan. Beberapa tokoh juga berpendapat tentang
arti dari perencanaan:
a.
Harold Koontz
dan Cyril O’Donnel
Perencanaan adalah fungsi seorang manajer yang
berhubungan dengan memilih tujuan-tujuan, kebijakan-kebijakan,
prosedur-prosedur, program-program dari alternatif-alternatif yang ada.
b.
G.R.Terry
Perencanaan adalah memilih dan menghubungkan fakta
dan membuat serta menggunakan asumsi-asumsi mengenai masa datang dengan jalan
menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai
hasil yang diinginkan.
c.
Louis A.Allen
Perencanaan adalah menentukan serangkaian tindakan
untuk mencapai hasil yang diiginkan
d.
Billy E.Goetz
Perencanaan adalah pemilihan yang fundamental dan
masalah perencanaan timbul,jika terdapat alternatif-alternatif.
e.
Drs.H.Malayu S.P
Hasibuan
Rencana adalah sejumlah keputusan mengenai keinginan
dan berisi pedoman pelaksanaan untuk mencapai tujuan yang diinginkan itu.
Jadi,setiap rencana mengandung dua unsur,yaitu:”tujuan dan pedoman”.
f.
Bintoro
Tjokroaminoto
Proses mempersiapkan kegiatan kegiatan secara
sistematis yang akan dilakukan untuk mencapai tujun tertentu
2.
Pentingnya suatu
perencanaan
Salah satu maksud dibuat perencanaan adalah melihat
program-program yang dipergunakan untuk meningkatkan kemungkinan pencapaian
tujuan-tujuan di waktu yang akan datang, sehingga dapat meningkatkan pengambilan
keputusan yang lebih baik.
Ada dua alasan dasar perlunya perencanaan:
1)
Untuk mencapai
“protective benefits” yang dihasilkan dari pengurangan kemungkinan terjadinya
kesalahan dalam pembuatan keputusan
2)
Untuk mencapai
“positive benefits” dalam bentuk meningkatnya sukses pencapaian tujuan
organisasi.
3.
Tujuan
perencanaan:
1)
Standar Pengawasan,
yaitu mencocokan pelaksanaan dengan perencanaanya
2)
Mengetahui kapan
pelaksanaan dan selesainya suatu kegiatan
3)
Mengetahui siapa
saja yang terlibat ( struktur organisasinya ), baik kualifikasinya maupun
kuantitasnya
4)
Mendapat
kegiatan yang sistematis termasuk biaya dan kualitas pekerjaan
5)
Meminalkan
kegiatan kegiatan yang tidak produktif dan menghemat biaya, tenaga
dan waktu
6)
Memberikan
Gambaran yang menyeluruh mengenai kegiatan pekerjaan
7)
Menyerasikan dan
memadukan beberapa sub kegiatan
8)
Mendeteksi hambatan
kesulitan yang bakal ditemui
9)
Mengarahkan pada
pencapaian tujuan
4.
Beberapa manfaat
perencanaan adalah:
1)
membantu
manajemen untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan
2)
memungkinkan
manajer memahami keseluruhan gambaran operasi lebih jelas
3)
membantu
penempatan tanggung jawab lebih tepat
4)
memberikan cara
pemberian perintah untuk beroperasi
5)
memudahkan dalam
melakukan koordinasi di antara berbagai bagian organisasi
6)
membuat tujuan
lebih khusus, terperinci dan lebih mudah dipahami
7)
meminimumkan pekerjaan
yang tidak pasti
8)
menghemat waktu,
usaha, dan dana
5.
Efektifitas
perencanaan
Perencanaan yang baik dan efektif akan berjalan baik
dan baik atau tidaknya menurut George R Terry dapat diketahui melalui
pertanyaan-pertanyaan dasar mengenai perencanaan, yaitu 5W+1H.
B.
PERENCANAAN
STRATEGIK
Perencanaan
strategis adalah perencanaan yang dalam prosesnya mempunyai variasi yang tidak
terbatas (tidak mempunyai standar baku) tiap penerapan perlu merancang
variasinya sendiri sesuai kebutuhan, situasi dan kondisi setempat.
Perencanaan
strategis Sebagai respon terhadap tujuan yang terlalu luas (dan sering seperti
impian) dalam perencanaan komprehensif, maka para perencana, di dekade-dekade
akhir Abad ke 20, meminjam pendekatan perencanaan strategis yang biasa dipakai
dalam dunia usaha dan militer. Pendekatan strategis memfokuskan secara efisien
pada tujuan yang spesifik, dengan meniru cara perusahaan swasta yang diterapkan
pada gaya perencanaan publik, tanpa menswastakan kepemilikan publik.
Di
tahun 1987, Jerome Kaufman dan Harvey Jacobs mengkaji perencanaan strategis ini
dengan bertanya apakah tipe perencanaan ini dapat dipakai untuk seluruh
masyarakat dan bukan hanya untuk pengguna tradisionalnya yaitu sebuah
perusahaan publik atau kantor dinas. Mereka juga mewawancarai perencana
praktisi untuk mengetahui seberapa jauh sebenarnya para praktisi tersebut
menggunakan pendekatan perencanaan strategis tersebut. Hal yang paling penting,
kedua penulis ini menentang anggapan bahwa perencanaan strategis secara
fundamental berbeda dengan praktek perencanaan yang ada (komprehensif). Mereka
menyimpulkan bahwa banyak unsur dasar perencanaan strategis (seperti:
berorientasi tindakan, kajian lingkungan, partisipasi, kajian kekuatan dan
kelemahan masyarakat) sebenarnya telah ada lama dalam tradisi perencanaan.
Membandingkan perencanaan strategis dengan perencanaan komprehensif, menurut
mereka, bagaikan “barang yang sama tapi dikemas dengan bungkus yang lebih
baru”. Perencanaan strategis tidak mengenal standar baku, dan prosesnya mempunyai
variasi yang tidak terbatas. Tiap penerapan perlu merancang variasinya sendiri
sesuai kebutuhan, situasi dan kondisi setempat.
Meskipun
demikian, secara umum proses perencanaan strategis memuat unsur-unsur: (1)
perumusan visi dan misi, (2) pengkajian lingkungan eksternal, (3) pengkajian
lingkungan internal, (4) perumusan isu-isu strategis, dan (5) penyusunan
strategi pengembangan (yang dapat ditambah dengan tujuan dan sasaran). Proses
perencanaan strategis tidak bersifat sekuensial penuh, tapi dapat dimulai dari
salah satu dari langkah ke (1), (2), atau (3). Ketiga langkah tersebut saling
mengisi. Setelah ketiga langkah pertama ini selesai, barulah dilakukan langkah
ke (4), yang disusul dengan langkah ke (5). Setelah rencana strategis (renstra)
selesai disusun, maka diimplementasikan dengan terlebih dahulu menyusun
rencana-rencana kerja (aksi/tindakan). Suatu rencana kerja dapat berupa rencana
zoning—seperti diterapkan pada perencanaan strategis pengelolaan wilayah
pesisir dan kelautan, yang dikembangkan dalam proyek Marine Resource Evaluation
and Planning (MREP) di Depdagri. Seperti disebutkan di atas, karena tidak ada
standar baku proses perencanaan strategis, maka banyak sekali terdapat versi
perencanaan strategis.
Suatu
versi yang mengkombinasikan antara perencanaan strategis dan perencanaan
komprehensif juga mungkin dilakukan untuk mengisi masa transisi dari penggunaan
perencanaan komprehensif ke masa perencanaan strategis. Pada suatu masa
transisi dari pemerintahan yang bersifat sentralistik kuat (yang menyeragamkan
tipe perencanaan yang dipakai—misal pemerintahan Orde Baru) ke pemerintahan
desentralistik (dalam Era Otonomi Daerah) mungkin sekali dipakai suatu versi
perencanaan strategis yang diseragamkan untuk semua daerah. Bila semua daerah
telah terbiasa berbeda dalam tipe perencanaan yang dipakai, maka tiap daerah
dapat memilih versi perencanaan strategisnya sendiri-sendiri.
C.
OTONOMI
DI BIDANG PENDIDIKAN
Kebijakan pendidikan adalah keseluruhan proses dan
langkah-langkah strategic dalam mewujudkan cita-cita pendidikan dalam kurun
waktu tertentu. Terdapat kebijakan yang diturunkan oleh pemerintah diantaranya
kebijakan yang diturunkan pada Perda dan Perbup atau Perwal. Hal tersebut
biasanya yang digunakan sebagai arah atau pedoman pemerintah kota untuk
melakukan perencanaan, pelaksanaan suatu program kerja ataupun mengatasi
permasalahan pendidikan.
Pendidikan
merupakan salah satu indikator dalam meningkatkan pembangunan nasional. Melalui
pendidikan, watak dan kepribadian bangsa dibina dan dibentuk. Sayangnya, tidak
semua warga negara Indonesia mampu mengenyam pendidikan. Padahal dengan
pendidikan derajat suatu bangsa akan dipandang oleh negara-negara lain.
Pembentukan
manusia-manusia yang bermoral dan bertabat terjadi dalam proses pendidikan.
Dimana, proses pendidikan ini sifatnya kompleksitas. Karena sifat pendidikan
yang kompleksitas maka perlu adanya suatu pengelolaan pendidikan yang baik,
yang mencakup budaya, pengetahuan, nilai-nilai dasar, dan ideologi bangsa.
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS,
pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses belajar mengajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Pendidikan merupakan usaha agar manusia
dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan atau cara
lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat karena Pendidikan juga merupakan
modal manusia untuk mengembangkan Bangsa ini. Pendidikan juga mempunyai tugas
menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan, hal tersebut dapat ditegaskan
dalam teori human capital dimana manusia merupakan investasi masa depan,
pendidikan merupakan modal manusia untuk mengahadapi masa depan dan beperan
dalam mengembangkan Bangsa.
Namun saat ini banyak permasalahan yang menimpa
pendidikan kita, mulai dari rendahnya pemerataan pendidikan sampai biaya
pendidikan yang mahal. Dampak tersebut akan berpengaruh pada pendidikan
kedepannya. Jika hal tersebut dibiarkan maka akan berpengaruh pada perkembangan
bangsa kita, Bangsa ini akan semakin terpuruk. Dengan adanya permasalahan
tersebut diperlukan adanya kebijakan. Dengan dibuatnya kebijakan diharapkan
dapat mempermudah dalam pengambilan keputusan untuk menangani berbagai
permasalahan pendidikan.
Berkenaan dengan hal tersebut, maka diperlukan kajian mengenai
kebijakan otonomi daerah yang berkaitan dengan pendidikan yang selanjutnya akan
kami
bahas di bagian selanjutnya.
1.
Kajian
Teori
a. Secara Filosofis
Untuk lebih
memperjelas dan mempertegas filosofi dasar otonomi daerah dan birokrasi
Pemerintahan Daerah, telah diterbitkan UU no 32 tahun 2004 dan UU no 33 tahun
2004sebagai pengganti UU 22 tahun 1999 dan UU no 25 tahun 1999. Dengan adanya
UU no 32 tahun 2004 dan UU no 33 tahun 2004 ini, diharapkan dapat diterbitkan
konsep-konsep rencana tindakan strategis yang lebih reformatif yang bersifat
antisipatif terhadap tuntunan reformasi mayarakat, untuk menciptakan ”clean and accountable goverment”, yang
tahu apa yang harus diperbuat dan berbuat, sesuai atauran (UU) yang telah
disepakati. Diharapkan dengan adanya otonomi daerah, pembangunan kewilayahan
Indonesia bisa lebih cepat dipacu. Ini disebabkan adanya peran daerah yang
lebih besar ketimbang peran pemerintah pusat. Pemerintah pusat hanya memainkan
peranan sebagai fasilisator dan dinamisator. Sementara pemerintah daerah, baik
provinsi, kabupaten dan kota, menjadi perencana, pelaksana, dan pengendali
program pembangunan masing-masing.
Otonomi daerah
dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan pemerintahan. Dengan otonomi
daerah pengambilan keputusan lebih dekat kepada rakyat yang dilayani. Rentang
kendali pemerintahan menjadi lebih dekat, sehingga pemerintahan dapat lebih
responsif terhadap kebutuhan, potensi dan kapasitas daerah yang spesifik,
dengan begitu diharapkan pelayanan masyarakat akan lebih baik karena dengan
otonomi daerah, dapat lebih mengetahui kebutuhan dan prioritas keinginan rakyat
di daerahnya.
Otonomi dalam
kaitannya dengan pelayanan masyarakat, juga meliputi pelayanan dalam
pendidikan. Permasalahan pendidikan yang kurang merata di sejumlah daerah di
Indonesia, menyebabakan tidak semua warga Indonesia mampu mengenyam pendidikan.
Otonomi daerah dimana daerah memiliki kewenangan untuk mengatur pemerintahan
Daerah sebagai wujud dari desentralisasi
kewenangan, serta dalam mewujudkan kebijakan-kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan tujuan pendidikan
nasional dan pemerataan pendidikan.
b.
Yuridis
Kebijakan
otonomi daerah bukan tanpa alasan. Dilihat dari landasan yuridis jelas telah
diamanatkan oleh Ketetapan MPR no. XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi
Daerah, Pengaturan dan pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan serta
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalarn Kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Ketetapan MPR tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan
dikeluarkannya UndangUndang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah
dan UndangUndang nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat
dan Pernerintahan Daerah.
Selain alasan
yuridis, juga dalam upaya menghadapi tuntutan globalisasi yang mau tidak mau,
suka tidak suka daerah harus lebih diberdayakan dengan cara diberikan kewenangan
yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggungjawab, terutama dalam mengatur,
mernanfaatkan dan menggali sumber‑sumber potensi yang ada di daerahnya masing‑masing.
Di Indonesia
otonomi daerah diatur dalam UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999,
dengan pengertian bahwa otonomi daerah merupakan desentralisasi kewenangan dari
pemerintah ke pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan. Sehingga
pemerintah daerah memiliki urusan-urusan yang telah diserahkan oleh pemerintah
pusat kecuali bidang luar negeri, moneter, peradilan, keamanan dan agama. Dan
urusan-urusan yang telah diserahkan tersebut menjadi tanggung jawab daerah
sepenuhnya.
Tujuan Utama
dari kebijakan otonomi daerah yang dikeluarkan, tahun 1999 adalah di satu pihak
membebaskan pemerintah pusat dari beban‑beban yang tidak perlu dalam menangani
urusan domestik, sehingga ia berkesempatan mempelajari, memahami, merespon
berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat daripadanya. Pada saat yang
sama pemerintah pusat diharapkan lebih mampu berkonsentrasi pada perumusan
kebijakan makro nasional yang bersifat strategis. Di lain pihak, dengan
desentraisasi daerah akan mengalami proses. pemberdayaan yang signifikan.
Kemampuan prakarsa dan kreativitas mereka akan menentukan nasibnya sendiri. Di
Indonesia, otonomi daerah sebenarnya mulai bergulir sejak keluarnya UU No.1
Tahun 1945, kemudian UU No.2 Tahun 1984 dan UU No.5 Tahun 1974 tentang
pokok-pokok pemerintahan di daerah. Semuanya berupaya menciptakan pemerintahan
yang cenderung ke arah disentralisasi. Namun pelaksanaannya mengalami pasang
surut, sampai masa reformasi bergulir. Pada masa ini keluarlah UU No.22 Tahun
1999 tentang pemerintahan daerah dan pemerintahan pusat dan kemudian digantikan
dengan UU No.32 Tahun 2004. Sejak itu, penerapan otonomi daerah berjalan
cepat. Prinsip otonomi daerah adalah pemerintahan daerah diberi wewenang untuk
mengelola daerahnya sendiri.
Pada kenyataannya, otonomi daerah
itu sendiri tidak bisa diserahkan begitu saja pada pemerintah daerah. Selain
diatur dalam perundang-undangan, pemerintah pusat juga
harus mengawasi keputusan-keputusan yang diambil oleh pemerintah daerah. Apakah
sudah sesuai dengan tujuan nasional, yaitu pemerataan pembangunan di seluruh
wilayah Republik Indonesia yang berdasar pada sila Kelima Pancasila, yaitu
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Peraturan Pemerintah No. 38 tahun
2007 telah menjelaskan bagaimana pembagian urusan pemerintahan dalam bidang
pendidikan. Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah pusat yang kemudian di otonomikan
dalam bentuk perencanaan dan pelaksanaan pemerintah daerah provinsi atau
pemerintah daerah kabupaten/kota. Selain itu, pemerintah provinsi atupun
pemerintah daerah kabupaten/kota memiliki kewenangan dalam mengatur terwujudnya
mutu pendidikan yang bermutu, sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang
SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003.
c.
Sosiologi
Otonomi berasal dari kata autonomos
atau autonomia (yunani) yang berarti “keputusan sendiri” (self ruling). Otonomi
yaitu hak untuk memerintah dan menentukan nasibnya sendiri. Di Indonesia,
otonomi daerah sebenarnya mulai bergulir sejak keluarnya UU No.1 Tahun 1945,
kemudian UU No.2 Tahun 1984 dan UU No.5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok
pemerintahan di daerah. Namun pelaksanaannya mengalami pasang surut, sampai
masa reformasi bergulir. Pada masa ini keluarlah UU No.22 Tahun 1999 tentang
pemerintahan daerah dan pemerintahan pusat dan kemudian digantikan dengan UU
No.32 Tahun 2004. Sejak itu, penerapan otonomi daerah berjalan cepat.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pendidikan merupakan salah satu indikator dalam
meningkatkan pembangunan nasional. Melalui pendidikan, watak dan kepribadian
bangsa dibina dan dibentuk.
Perencanaan strategis adalah perencanaan yang dalam
prosesnya mempunyai variasi yang tidak terbatas (tidak mempunyai standar baku)
tiap penerapan perlu merancang variasinya sendiri sesuai kebutuhan, situasi dan
kondisi setempat.
Kebijakan
pendidikan adalah keseluruhan proses dan langkah-langkah strategic dalam
mewujudkan cita-cita pendidikan dalam kurun waktu tertentu. Terdapat kebijakan yang dibuat oleh pemerintah diantaranya kebijakan dalam
bentuk Perda,
Perbup atau Perwal. Hal
tersebut biasanya yang digunakan sebagai arah atau pedoman pemerintah kota
untuk melakukan perencanaan, pelaksanaan suatu program kerja ataupun mengatasi
permasalahan pendidikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Kusuma Andriawan. (2012). Sosiologi hukum tentang otonomi daerah. Tersedia [Online] http://publicuniversite.blogspot.com/2012/08/sosiologi-hukum-tentang-otonomi-daerah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
tolong tinggalkan komentar.. okey!!!