18 November 2016

Makalah Perencanaan Strategik di Era Otonomi.

PERENCANAAN STRATEGIK DI ERA OTONOMI


Dosen Pengampu:










Disusun oleh:
                               



PROGRAM PASCA SARJANA
MANAJEMEN PENDIDIKAN


2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, shalawat salam kita haturkan kepangkuan beliau Nabi Muhammad SAW atas berkat dan rahmat dan hidayahNya kami bisa menyusun makalah ini, Terimakasih kami ucapkan kepada bapak  Dosen  yang telah membimbing kami sehingga makalah ini dapat kami selesaikan. Serta terimakasih pula kepada rekan-rekan yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan makalah ini.
Makalah bejudul “Perencanaan Strategik Di Era Otonomi” ini, kami susun dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Strategik.
Kami sadar bahwa “Tiada Gading yang Tak Retak”, begitu pula dengan tugas makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat mendekati sempurna.


....................,    Oktober  2016

Penyusun





DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ...............................................................................      i
DAFTAR ISI ...............................................................................................      ii
BAB I : PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang .........................................................................      1
B.       Perumusan Masalah ..................................................................      1
C.       Tujuan dan Manfaat Penulisan .................................................      1
BAB II : PEMBAHASAN
A.      Pengertian Perencanaan............................................................      2
B.       Pengertian Perencanaan Strategik ............................................      4
C.       Pengertian Otonomi Dibidang Pendidikan...............................      6
BAB III : PENUTUP
Kesimpulan .....................................................................................      11
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Perencanaan ialah sejumlah kegiatan yang ditentukan sebelumnya untuk dilaksanakan pada suatu periode tertentu dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan.
Perencanaan strategis sebagai respon terhadap tujuan yang terlalu luas (dan sering seperti impian) dalam perencanaan komprehensif, maka para perencana, di dekade-dekade akhir Abad ke 20, meminjam pendekatan perencanaan strategis yang biasa dipakai dalam dunia usaha dan militer. Pendekatan strategis memfokuskan secara efisien pada tujuan yang spesifik, dengan meniru cara perusahaan swasta yang diterapkan pada gaya perencanaan publik, tanpa menswastakan kepemilikan publik.
Kebijakan pendidikan adalah keseluruhan proses dan langkah-langkah strategic dalam mewujudkan cita-cita pendidikan dalam kurun waktu tertentu. Terdapat kebijakan yang diturunkan oleh pemerintah diantaranya kebijakan yang diturunkan pada Perda dan Perbup atau Perwal. Hal tersebut biasanya yang digunakan sebagai arah atau pedoman pemerintah kota untuk melakukan perencanaan, pelaksanaan suatu program kerja ataupun mengatasi permasalahan.
B.       Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian perencanaan?
2.      Apa pengertian perencanaan strategik?
3.      Apa pengertian otonomi dibidang pendidikan?
C.      Tujuan dan Manfaat
1.      Mengetahui pengertian perencanaan
2.      Mengetahui pengertian perencanaan strategik
3.      Mengetahui pengertian otonomi dibidang pendidikan


BAB II
PEMBAHASAN
A.      PERENCANAAN
1.    Pengertian perencanaan
 Perencanaan ialah sejumlah kegiatan yang ditentukan sebelumnya untuk dilaksanakan pada suatu periode tertentu dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan. Beberapa tokoh juga berpendapat tentang arti dari perencanaan:
a.    Harold Koontz dan Cyril O’Donnel
Perencanaan adalah fungsi seorang manajer yang berhubungan dengan memilih tujuan-tujuan, kebijakan-kebijakan, prosedur-prosedur, program-program dari alternatif-alternatif yang ada.
b.    G.R.Terry
Perencanaan adalah memilih dan menghubungkan fakta dan membuat serta menggunakan asumsi-asumsi mengenai masa datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
c.    Louis A.Allen
Perencanaan adalah menentukan serangkaian tindakan untuk mencapai hasil yang diiginkan
d.   Billy E.Goetz
Perencanaan adalah pemilihan yang fundamental dan masalah perencanaan timbul,jika terdapat alternatif-alternatif.
e.    Drs.H.Malayu S.P Hasibuan
Rencana adalah sejumlah keputusan mengenai keinginan dan berisi pedoman pelaksanaan untuk mencapai tujuan yang diinginkan itu. Jadi,setiap rencana mengandung dua unsur,yaitu:”tujuan dan pedoman”.
f.     Bintoro Tjokroaminoto
Proses mempersiapkan kegiatan kegiatan secara sistematis yang akan dilakukan untuk mencapai tujun tertentu
2.    Pentingnya suatu perencanaan
Salah satu maksud dibuat perencanaan adalah melihat program-program yang dipergunakan untuk meningkatkan kemungkinan pencapaian tujuan-tujuan di waktu yang akan datang, sehingga dapat meningkatkan pengambilan keputusan yang lebih baik.
Ada dua alasan dasar perlunya perencanaan:
1)   Untuk mencapai “protective benefits” yang dihasilkan dari pengurangan kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pembuatan  keputusan
2)   Untuk mencapai “positive benefits” dalam bentuk meningkatnya sukses pencapaian tujuan organisasi.
3.    Tujuan perencanaan:
1)     Standar Pengawasan, yaitu mencocokan pelaksanaan dengan perencanaanya
2)     Mengetahui kapan pelaksanaan dan selesainya suatu kegiatan
3)     Mengetahui siapa saja yang terlibat ( struktur organisasinya ), baik kualifikasinya maupun kuantitasnya
4)     Mendapat kegiatan yang sistematis termasuk biaya dan kualitas pekerjaan
5)     Meminalkan kegiatan kegiatan yang tidak produktif dan menghemat biaya, tenaga dan waktu
6)     Memberikan Gambaran yang menyeluruh mengenai kegiatan pekerjaan
7)     Menyerasikan dan memadukan beberapa sub kegiatan
8)     Mendeteksi hambatan kesulitan yang bakal ditemui
9)     Mengarahkan pada pencapaian tujuan
4.    Beberapa manfaat perencanaan adalah:
1)     membantu manajemen untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan
2)     memungkinkan manajer memahami keseluruhan gambaran operasi lebih jelas
3)     membantu penempatan tanggung jawab lebih tepat
4)     memberikan cara pemberian perintah untuk beroperasi
5)     memudahkan dalam melakukan koordinasi di antara berbagai bagian organisasi
6)     membuat tujuan lebih khusus, terperinci dan lebih mudah dipahami
7)     meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti
8)     menghemat waktu, usaha, dan dana
5.    Efektifitas perencanaan
Perencanaan yang baik dan efektif akan berjalan baik dan baik atau tidaknya menurut George R Terry dapat diketahui melalui pertanyaan-pertanyaan dasar mengenai perencanaan, yaitu 5W+1H.
B.       PERENCANAAN STRATEGIK
Perencanaan strategis adalah perencanaan yang dalam prosesnya mempunyai variasi yang tidak terbatas (tidak mempunyai standar baku) tiap penerapan perlu merancang variasinya sendiri sesuai kebutuhan, situasi dan kondisi setempat.
Perencanaan strategis Sebagai respon terhadap tujuan yang terlalu luas (dan sering seperti impian) dalam perencanaan komprehensif, maka para perencana, di dekade-dekade akhir Abad ke 20, meminjam pendekatan perencanaan strategis yang biasa dipakai dalam dunia usaha dan militer. Pendekatan strategis memfokuskan secara efisien pada tujuan yang spesifik, dengan meniru cara perusahaan swasta yang diterapkan pada gaya perencanaan publik, tanpa menswastakan kepemilikan publik.
Di tahun 1987, Jerome Kaufman dan Harvey Jacobs mengkaji perencanaan strategis ini dengan bertanya apakah tipe perencanaan ini dapat dipakai untuk seluruh masyarakat dan bukan hanya untuk pengguna tradisionalnya yaitu sebuah perusahaan publik atau kantor dinas. Mereka juga mewawancarai perencana praktisi untuk mengetahui seberapa jauh sebenarnya para praktisi tersebut menggunakan pendekatan perencanaan strategis tersebut. Hal yang paling penting, kedua penulis ini menentang anggapan bahwa perencanaan strategis secara fundamental berbeda dengan praktek perencanaan yang ada (komprehensif). Mereka menyimpulkan bahwa banyak unsur dasar perencanaan strategis (seperti: berorientasi tindakan, kajian lingkungan, partisipasi, kajian kekuatan dan kelemahan masyarakat) sebenarnya telah ada lama dalam tradisi perencanaan. Membandingkan perencanaan strategis dengan perencanaan komprehensif, menurut mereka, bagaikan “barang yang sama tapi dikemas dengan bungkus yang lebih baru”. Perencanaan strategis tidak mengenal standar baku, dan prosesnya mempunyai variasi yang tidak terbatas. Tiap penerapan perlu merancang variasinya sendiri sesuai kebutuhan, situasi dan kondisi setempat.
Meskipun demikian, secara umum proses perencanaan strategis memuat unsur-unsur: (1) perumusan visi dan misi, (2) pengkajian lingkungan eksternal, (3) pengkajian lingkungan internal, (4) perumusan isu-isu strategis, dan (5) penyusunan strategi pengembangan (yang dapat ditambah dengan tujuan dan sasaran). Proses perencanaan strategis tidak bersifat sekuensial penuh, tapi dapat dimulai dari salah satu dari langkah ke (1), (2), atau (3). Ketiga langkah tersebut saling mengisi. Setelah ketiga langkah pertama ini selesai, barulah dilakukan langkah ke (4), yang disusul dengan langkah ke (5). Setelah rencana strategis (renstra) selesai disusun, maka diimplementasikan dengan terlebih dahulu menyusun rencana-rencana kerja (aksi/tindakan). Suatu rencana kerja dapat berupa rencana zoning—seperti diterapkan pada perencanaan strategis pengelolaan wilayah pesisir dan kelautan, yang dikembangkan dalam proyek Marine Resource Evaluation and Planning (MREP) di Depdagri. Seperti disebutkan di atas, karena tidak ada standar baku proses perencanaan strategis, maka banyak sekali terdapat versi perencanaan strategis.
Suatu versi yang mengkombinasikan antara perencanaan strategis dan perencanaan komprehensif juga mungkin dilakukan untuk mengisi masa transisi dari penggunaan perencanaan komprehensif ke masa perencanaan strategis. Pada suatu masa transisi dari pemerintahan yang bersifat sentralistik kuat (yang menyeragamkan tipe perencanaan yang dipakai—misal pemerintahan Orde Baru) ke pemerintahan desentralistik (dalam Era Otonomi Daerah) mungkin sekali dipakai suatu versi perencanaan strategis yang diseragamkan untuk semua daerah. Bila semua daerah telah terbiasa berbeda dalam tipe perencanaan yang dipakai, maka tiap daerah dapat memilih versi perencanaan strategisnya sendiri-sendiri.
C.      OTONOMI DI BIDANG PENDIDIKAN
Kebijakan pendidikan adalah keseluruhan proses dan langkah-langkah strategic dalam mewujudkan cita-cita pendidikan dalam kurun waktu tertentu. Terdapat kebijakan yang diturunkan oleh pemerintah diantaranya kebijakan yang diturunkan pada Perda dan Perbup atau Perwal. Hal tersebut biasanya yang digunakan sebagai arah atau pedoman pemerintah kota untuk melakukan perencanaan, pelaksanaan suatu program kerja ataupun mengatasi permasalahan pendidikan.
Pendidikan merupakan salah satu indikator dalam meningkatkan pembangunan nasional. Melalui pendidikan, watak dan kepribadian bangsa dibina dan dibentuk. Sayangnya, tidak semua warga negara Indonesia mampu mengenyam pendidikan. Padahal dengan pendidikan derajat suatu bangsa akan dipandang oleh negara-negara lain.
Pembentukan manusia-manusia yang bermoral dan bertabat terjadi dalam proses pendidikan. Dimana, proses pendidikan ini sifatnya kompleksitas. Karena sifat pendidikan yang kompleksitas maka perlu adanya suatu pengelolaan pendidikan yang baik, yang mencakup budaya, pengetahuan, nilai-nilai dasar, dan ideologi bangsa.
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses belajar mengajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat karena Pendidikan juga merupakan modal manusia untuk mengembangkan Bangsa ini. Pendidikan juga mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan, hal tersebut dapat ditegaskan dalam teori human capital dimana manusia merupakan investasi masa depan, pendidikan merupakan modal manusia untuk mengahadapi masa depan dan beperan dalam mengembangkan Bangsa.
Namun saat ini banyak permasalahan yang menimpa pendidikan kita, mulai dari rendahnya pemerataan pendidikan sampai biaya pendidikan yang mahal. Dampak tersebut akan berpengaruh pada pendidikan kedepannya. Jika hal tersebut dibiarkan maka akan berpengaruh pada perkembangan bangsa kita, Bangsa ini akan semakin terpuruk. Dengan adanya permasalahan tersebut diperlukan adanya kebijakan. Dengan dibuatnya kebijakan diharapkan dapat mempermudah dalam pengambilan keputusan untuk menangani berbagai permasalahan pendidikan.
Berkenaan dengan hal tersebut, maka diperlukan kajian mengenai kebijakan otonomi daerah yang berkaitan dengan pendidikan yang selanjutnya akan kami bahas di bagian selanjutnya.
1.      Kajian Teori
a.    Secara Filosofis
Untuk lebih memperjelas dan mempertegas filosofi dasar otonomi daerah dan birokrasi Pemerintahan Daerah, telah diterbitkan UU no 32 tahun 2004 dan UU no 33 tahun 2004sebagai pengganti UU 22 tahun 1999 dan UU no 25 tahun 1999. Dengan adanya UU no 32 tahun 2004 dan UU no 33 tahun 2004 ini, diharapkan dapat diterbitkan konsep-konsep rencana tindakan strategis yang lebih reformatif yang bersifat antisipatif terhadap tuntunan reformasi mayarakat, untuk menciptakan ”clean and accountable goverment”, yang tahu apa yang harus diperbuat dan berbuat, sesuai atauran (UU) yang telah disepakati. Diharapkan dengan adanya otonomi daerah, pembangunan kewilayahan Indonesia bisa lebih cepat dipacu. Ini disebabkan adanya peran daerah yang lebih besar ketimbang peran pemerintah pusat. Pemerintah pusat hanya memainkan peranan sebagai fasilisator dan dinamisator. Sementara pemerintah daerah, baik provinsi, kabupaten dan kota, menjadi perencana, pelaksana, dan pengendali program pembangunan masing-masing.
Otonomi daerah dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan pemerintahan. Dengan otonomi daerah pengambilan keputusan lebih dekat kepada rakyat yang dilayani. Rentang kendali pemerintahan menjadi lebih dekat, sehingga pemerintahan dapat lebih responsif terhadap kebutuhan, potensi dan kapasitas daerah yang spesifik, dengan begitu diharapkan pelayanan masyarakat akan lebih baik karena dengan otonomi daerah, dapat lebih mengetahui kebutuhan dan prioritas keinginan rakyat di daerahnya.
Otonomi dalam kaitannya dengan pelayanan masyarakat, juga meliputi pelayanan dalam pendidikan. Permasalahan pendidikan yang kurang merata di sejumlah daerah di Indonesia, menyebabakan tidak semua warga Indonesia mampu mengenyam pendidikan. Otonomi daerah dimana daerah memiliki kewenangan untuk mengatur pemerintahan Daerah  sebagai wujud dari desentralisasi kewenangan, serta dalam mewujudkan kebijakan-kebijakan pemerintah  yang berkaitan dengan tujuan pendidikan nasional dan pemerataan pendidikan.
b.   Yuridis
Kebijakan otonomi daerah bukan tanpa alasan. Dilihat dari landasan yuridis jelas telah diamanatkan oleh Ketetapan MPR no. XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan dan pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalarn Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketetapan MPR tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Undang­Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah dan Undang­Undang nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Pernerintahan Daerah.
Selain alasan yuridis, juga dalam upaya menghadapi tuntutan globalisasi yang mau tidak mau, suka tidak suka daerah harus lebih diberdayakan dengan cara diberikan kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggungjawab, terutama dalam mengatur, mernanfaatkan dan menggali sumber‑sumber potensi yang ada di daerahnya masing‑masing.
Di Indonesia otonomi daerah diatur dalam UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999, dengan pengertian bahwa otonomi daerah merupakan desentralisasi kewenangan dari pemerintah ke pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan. Sehingga pemerintah daerah memiliki urusan-urusan yang telah diserahkan oleh pemerintah pusat kecuali bidang luar negeri, moneter, peradilan, keamanan dan agama. Dan urusan-urusan yang telah diserahkan tersebut menjadi tanggung jawab daerah sepenuhnya.
Tujuan Utama dari kebijakan otonomi daerah yang dikeluarkan, tahun 1999 adalah di satu pihak membebaskan pemerintah pusat dari beban‑beban yang tidak perlu dalam menangani urusan domestik, sehingga ia berkesempatan mempelajari, memahami, merespon berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat daripadanya. Pada saat yang sama pemerintah pusat diharapkan lebih mampu berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro nasional yang bersifat strategis. Di lain pihak, dengan desentraisasi daerah akan mengalami proses. pemberdayaan yang signifikan. Kemampuan prakarsa dan kreativitas mereka akan menentukan nasibnya sendiri. Di Indonesia, otonomi daerah sebenarnya mulai bergulir sejak keluarnya UU No.1 Tahun 1945, kemudian UU No.2 Tahun 1984 dan UU No.5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah. Semuanya berupaya menciptakan pemerintahan yang cenderung ke arah disentralisasi. Namun pelaksanaannya mengalami pasang surut, sampai masa reformasi bergulir. Pada masa ini keluarlah UU No.22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan pemerintahan pusat dan kemudian digantikan dengan UU No.32 Tahun 2004. Sejak itu, penerapan otonomi daerah berjalan cepat. Prinsip otonomi daerah adalah pemerintahan daerah diberi wewenang untuk mengelola daerahnya sendiri.
Pada kenyataannya, otonomi daerah itu sendiri tidak bisa diserahkan begitu saja pada pemerintah daerah. Selain diatur dalam perundang-undangan, pemerintah pusat juga harus mengawasi keputusan-keputusan yang diambil oleh pemerintah daerah. Apakah sudah sesuai dengan tujuan nasional, yaitu pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Republik Indonesia yang berdasar pada sila Kelima Pancasila, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 telah menjelaskan bagaimana pembagian urusan pemerintahan dalam bidang pendidikan. Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah pusat yang kemudian di otonomikan dalam bentuk perencanaan dan pelaksanaan pemerintah daerah provinsi atau pemerintah daerah kabupaten/kota. Selain itu, pemerintah provinsi atupun pemerintah daerah kabupaten/kota memiliki kewenangan dalam mengatur terwujudnya mutu pendidikan yang bermutu, sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003.
c.    Sosiologi
Otonomi berasal dari kata autonomos atau autonomia (yunani) yang berarti “keputusan sendiri” (self ruling). Otonomi yaitu hak untuk memerintah dan menentukan nasibnya sendiri. Di Indonesia, otonomi daerah sebenarnya mulai bergulir sejak keluarnya UU No.1 Tahun 1945, kemudian UU No.2 Tahun 1984 dan UU No.5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah. Namun pelaksanaannya mengalami pasang surut, sampai masa reformasi bergulir. Pada masa ini keluarlah UU No.22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan pemerintahan pusat dan kemudian digantikan dengan UU No.32 Tahun 2004. Sejak itu, penerapan otonomi daerah berjalan cepat.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pendidikan merupakan salah satu indikator dalam meningkatkan pembangunan nasional. Melalui pendidikan, watak dan kepribadian bangsa dibina dan dibentuk.
Perencanaan strategis adalah perencanaan yang dalam prosesnya mempunyai variasi yang tidak terbatas (tidak mempunyai standar baku) tiap penerapan perlu merancang variasinya sendiri sesuai kebutuhan, situasi dan kondisi setempat.
Kebijakan pendidikan adalah keseluruhan proses dan langkah-langkah strategic dalam mewujudkan cita-cita pendidikan dalam kurun waktu tertentu. Terdapat kebijakan yang dibuat oleh pemerintah diantaranya kebijakan dalam bentuk Perda, Perbup atau Perwal. Hal tersebut biasanya yang digunakan sebagai arah atau pedoman pemerintah kota untuk melakukan perencanaan, pelaksanaan suatu program kerja ataupun mengatasi permasalahan pendidikan.



DAFTAR PUSTAKA

Kusuma Andriawan. (2012). Sosiologi hukum tentang otonomi daerah. Tersedia [Online]  http://publicuniversite.blogspot.com/2012/08/sosiologi-hukum-tentang-otonomi-daerah.html

Nutt, Paul C.& Robert W. Backoff. 1987. “A strategic management process for public and third-sector organizations”. Journal of the American Planning Association, 53: hal. 44-57

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tolong tinggalkan komentar.. okey!!!