MAKALAH ARIYAH ( SIMPAN PINJAM )
Mata
Kuliah : FIQH II
Yang
di ampu Oleh Muhyidin, M.Ag.
M.Hum
Disusun Oleh :
ZARKASI (10910624)
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM WALI SEMBILAN
(SETIA
WS) SEMARANG
TAHUN 2011
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang
Kegiatan ekonomi yang sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari bahkan
tanpa kita sadari, pinjam-meminjam sering kita lakukan. Berbicara mengenai
pinjaman (‘Ariyah), maka perlu kita bahas mengenai dasar hukum ariyah.
Apa sebenarnya ariyah itu? Bagaimana dasar hukum serta rukun dan syarat Ariyah? Dan apakah pembayaran / pengambilan pinjaman itu telah sesuai atau tidak? Untuk itu kita perlu mengetahui bagaimana pengembalian yang sesuai dengan syara’ . agar kita bisa menerapkan dalam kehidupan nyata.
Apa sebenarnya ariyah itu? Bagaimana dasar hukum serta rukun dan syarat Ariyah? Dan apakah pembayaran / pengambilan pinjaman itu telah sesuai atau tidak? Untuk itu kita perlu mengetahui bagaimana pengembalian yang sesuai dengan syara’ . agar kita bisa menerapkan dalam kehidupan nyata.
Adapun tujuan
disusunnya makalah ini adalah untuk memberi pengetahuan kepada pembaca umumnya
dan saya khususnya tentang hal-hal yang berkaitan dengan ‘ariyah dan hukumnya,
sehinga kita dapat mengaplikasikanya dalam kegiatan kita sehari-hari. Akhirnya,
semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua
Fiqih merupakan ilmu tauhid yang mengatur tat aturan,
pedoman, konsep-konsep dasar muslim dalam kehidupan dunia dan akhirat. Seperti
aturan thaharah, sholat, jenazah, zakat, puasa, haji dan umroh, muamalat,
faraid, hikah, jinayat, hudud (hukuman), jihad (peperAngan), makanan dan
penyembelihan, aqdiyah (hukum pengadilan) dan kitab al khilafah.
II.
Rumusan Masalah
Mempelajari latar belakang masalah
tersebut, maka penulis menyusun rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana
pengertian Ariyah (Simpan Pinjam) ?
2. Apakah Hukum Ariyah (Simpan Pinjam)?
3. Apa Rukun Ariyah (Simpan Pinjam)?
III. Hukum Dalam Islam
Wajib, yaitu
Perintah yang mesti dikerjakan, dengan ketentuan apabila dikerjakan mendapat
pahala dan bila ditinggalkan menjadi dosa Sunat, yaitu perintah (suruhan),
dengan ketentuan apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan
tidak menjadi dosa Haram, ialah larangan keras, dengan pengertian apabila
dikerjakan berdosa, dan bila ditinggalkan mendapat pahala
Makruh, yaitu larangan yang tidak keras kalau dilanggar tidak berdosa dan bila ditinggalkan mendapat pahala.
Mubah, yaitu yang boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan.
Makruh, yaitu larangan yang tidak keras kalau dilanggar tidak berdosa dan bila ditinggalkan mendapat pahala.
Mubah, yaitu yang boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan.
IV. Tujuan Penulisan
Dengan mempelajari ilmu fiqih secara mendalam atau sungguh-sungguh, kita
senantiasa mendapat lebih arif dalam menghadapi kehidupan dunia dan akhirat,
penulis mempunyai beberapa tujuan dalam penulisan makalah ini, di antaranya
adalah:
1. Untuk memenuhi tugas
matakuliah fiqih
2. Untuk menambah wawasan
mengenai aturan kehidupan dunia akhirat
V.
Metoda Penulisan
Adapun metoda yang digunakan penulis dalam menyusun makalah ini adalah
metode studi
pustaka
BAB II
ARIYAH (SIMPAN PINJAM)
ARIYAH (SIMPAN PINJAM)
A.
Pengertian
Ariyah ialah memberikan manfaat sesuatu yang halal kepada yang lain untuk
diambil manfaatnya dengan tidak merusak zatnya, agar dapat dikembalikan lagi
zat barang tersebut.
Setiap yang mungkin dikembalikan manfaatnya dengan tidak merusak zat barang itu, boleh dipinjam atau dipinjamkan.
Setiap yang mungkin dikembalikan manfaatnya dengan tidak merusak zat barang itu, boleh dipinjam atau dipinjamkan.
Firman Allah SWT.
وتعاونواعلى البر
والتقوى ولاتعاونواعلى الاثم والعدوان (المائده : 2)
“Bertolong menolonglah
kamu atas kebajikan dan taqwa kepada Allah, dan janganlah kamu tolong menolong
dalam perbuatan dosa dan bermusuhan” (Al-Maidah: 2)
Meminjamkan
sesuatu berarti menolong yang meminjam.
Firman
Allah SWT.
ويـمنعون الماعون (الماعون:7 )
“Mereka enggan meminjamkan barang-barang yang berguna (kebutuhan rumah tangga,seperti jarum, timba dll)”. (Al-Ma’un: 2)
Dalam surat tersebut telah diterbangkan berberapa perkara yang tidak baik,
di antaranya hubungan bertetangga yang hendak pinjam meminjam seperti yang
tersebut di atas.
Sabda Rasulullah SAW
Sabda Rasulullah SAW
العارية مؤداة والزعيم عارم (رواه أبىداود والترمذى وحسنه)
“Pinjaman wajib dikembalikan dan orang yang meminjam sesuatu harus membayar.” (Riwayat Abu Daud dan Tirmizi, dan dikatakan Hadits Hasan)
B.
Hukum Pinjaman
Asal hukum
meminjamkan adalah sunat, seperti tolong menolong dengan orang lain,
kadang-kadang menjadi wajib, seperti meminjamkan kain kepada orang yang
terpaksa dan meminjamkan pisau untuk menyembelih binatang yang hampir mati.
Juga kadang-kadang haram, kalau yang dipinjam itu akan berguna untuk yang
haram.
Kaidah: “Jalan menuju sesuatu hukumnya sama dengan hukum yang dituju.” Misalnya, seseorang yang menunjukan jalan kepada pencuri, maka keadaannya sama dengan melakukan pencurian itu.
Kaidah: “Jalan menuju sesuatu hukumnya sama dengan hukum yang dituju.” Misalnya, seseorang yang menunjukan jalan kepada pencuri, maka keadaannya sama dengan melakukan pencurian itu.
C.
Rukun Pinjaman
1)
Yang meminjamkan syaratnya
a) Ahli (berhak) berbuat baik
sekehendaknya: anak kecil dan orang yang dipaksa, tidak sah meminjamkannya.
b) Manfaat barang yang
dipinjam dimiliki oleh yang meminjamkan, walau dengan jalan wakaf atau menyewa
sekalipun, karena meminjam hanya bersangkutan dengan manfaat, bukan
bersangkutan dengan zat. Oleh karenanya yang meminjamkan tidak boleh
meminjamkan barang yang dipinjamnya karena manfaat barang yang dipinjam bukan
miliknya. Hanya dia dizinkan mengambilnya, tetapi membagikan manfaat yang boleh
diambilnya kepada yang lain, tidak berlarangan, seperti dia meminjam rumah
selama satu bulan ditinggalinya hanya 15 hari, sisinya (15 hari lagi) boleh
diberikannya kepada orang lain.
2)
Yang Meminjam
Hendaklah dia orang yang ahli (berhak) menerima kebajikan. Anak kecil dan
orang gila tidak sah meminjam sesuatu karena ia tidak ahli (tidak berhak)
menerima kebajikan.
3)
Barang yang dipinjam syaratnya
a)
Barang yang tentu ada manfaatnya
b)
Sewaktu diambil manfaatnya, zatnya tetap (tidak rusak), oleh karenanya
makanan dengan sifat untuk dimakan, tidak sah dipinjamkan
c)
Lafadz: kata setengah orang, sah dengan tidak berlafadz
d) Mengambil Manfaat Barang
Yang Dipinjam
Yang meminjam boleh mengambil manfaat dari barang yang dipinjamnya hanya sekedar menurut izin dari yang punya, atau kurang dari yang diizinkan. Umpamanya dia meminjam tanah untuk menanam padi, dia dibolehkan menanam padi dan yang sama umurnya dengan padi, atau yang kurang seperti Kacang. Tidak boleh dipergunakan untuk tanaman yang lebih lama dari padi kecuali ditentukan masanya, maka dia boleh bertanam menurut kehendaknya.
Yang meminjam boleh mengambil manfaat dari barang yang dipinjamnya hanya sekedar menurut izin dari yang punya, atau kurang dari yang diizinkan. Umpamanya dia meminjam tanah untuk menanam padi, dia dibolehkan menanam padi dan yang sama umurnya dengan padi, atau yang kurang seperti Kacang. Tidak boleh dipergunakan untuk tanaman yang lebih lama dari padi kecuali ditentukan masanya, maka dia boleh bertanam menurut kehendaknya.
e)
Hilangnya Barang Yang Dipinjam
Kalau barang yang dipinjam hilang atau rusak sebab pemakaian yang dizinkan, yang meminjam tidak mengganti karena pinjam meminjam it berarti percaya-mempercayai, tetapi kalau sebab lain wajib menggantinya.
Menurut pendapat yang lebih kuat, kerusakan yang hanya sedikit karena dipakai yang dizinkan tidaklah patut diganti, karena terjadinya disebabkan oleh pemakaian yang dizinkan (kaidah: Ridho pada sesuatu, berarti ridho pula pada akibatnya).
Kalau barang yang dipinjam hilang atau rusak sebab pemakaian yang dizinkan, yang meminjam tidak mengganti karena pinjam meminjam it berarti percaya-mempercayai, tetapi kalau sebab lain wajib menggantinya.
Menurut pendapat yang lebih kuat, kerusakan yang hanya sedikit karena dipakai yang dizinkan tidaklah patut diganti, karena terjadinya disebabkan oleh pemakaian yang dizinkan (kaidah: Ridho pada sesuatu, berarti ridho pula pada akibatnya).
f)
Mengembalikan Yang Dipinjam
Kalau mengembalikan barang yang dipinjam tadi berhajat pada ongkos maka ongkos itu hendaknya dipikul oleh yang meminjam.
Kalau mengembalikan barang yang dipinjam tadi berhajat pada ongkos maka ongkos itu hendaknya dipikul oleh yang meminjam.
Sabda Rasulullah SAW
عن سمرة قال النبى صلى الله عليه وسلم على اليدمـا اخزت حنى يوريه (رواه الخمسة الا انسائ)
“Dari Sumura: telah bersabda Nabi besar SAW; tanggung jawab barang diambil atas yang mengambil sampai dikembalikannya barang itu” (Riwayat Lima orang ahli Hadits selain Nasa’i)
Pada tiap-tiap waktu, yang meminjam dan yang meminjamkan tidak berhalangan
buat mengembalikan / minta kembali pinjaman karena ‘Ariyah adalah akad yang
tidak tetap. Kecuali bila meminjam untuk pekuburan, maka tidak boleh
dikembalikan sebelum hilang bekas-bekas mayat, berarti sebelum mayat hancur
menjadi tanah, dia tidak boleh meminjam kembali. Atau dipinjamkan tanah untuk
menanam padi, tidak boleh mengetam. Ringkasnya keduanya boleh memutuskan akad
asal tidak merugikan kepada salah satu seseorang dari yang meminjam atau yang
meminjamkan, Begitu juga sebab gila maka apabila mati yang meminjam, wajib atas
warisnya mengembalikan barang pinjaman dan tidak halal bagi mereka memakainya,
kalau mereka pakai juga, mereka wajib membayar sewanya. Kalau berselisih antara
yang meminjamkan dengan yang meminjam (kata yang pertama belum dikembalikan,
sedangkan yang kedua mengaku sudah mengembalikannya), hendaklah dibenarkan yang
meminjamkan dengan sumpahnya, karena yang asal belum kembali.
Sesudah yang meminjam mengetahui bahwa yang meminjamkan sudah memutuskan akad, dia tidak boleh memakai barang yang dipinjamnya.
Sesudah yang meminjam mengetahui bahwa yang meminjamkan sudah memutuskan akad, dia tidak boleh memakai barang yang dipinjamnya.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ariyah adalah memberikan pinjaman kepada yang membutuhkannya untuk diambil
manfaatnya dengan tidak merubah atau merusaknya, bahwa setiap muslim itu
diwajibkan tolong menolong dalam kebajikan maka dengan demikian pada dasarnya
hukum ariyah adalah sunah, dan akan tetapi dapat menjadi wajib bahkan haram
karena sesuatu hal.
Sebagai seorang muslim hendaknya kita saling berlomba dalam hal kebajikan yang karena yang membedakan manusia di sisi Allah hanyalah ketaqwaan.
Sebagai seorang muslim hendaknya kita saling berlomba dalam hal kebajikan yang karena yang membedakan manusia di sisi Allah hanyalah ketaqwaan.
Rukun meminjam ada empat, yaitu:
1) Yang meminjamkan ahli
berbuat baik sekehedaknya
2) Barang yang dipinjamkan
3) Ahli berhak menerima
kebajikan (yang meminjam)
4) Lafadz
B. Saran
Dari uraian singkat di atas, penulis menyarankan:
Dari uraian singkat di atas, penulis menyarankan:
1) Hendaklah kembali kepada
Al-Qur’an dan Hadits Seandainya terdapat keraguan dalam hati muslimin dan
muslimat sekalian
2) Berpegang teguhlah kepada
keduanya, karena hanya dengan Al-Qur’an dan Sunnatullah kita senantiasa dapat
menemui Allah Azawazala di akhirat nanti
DAFTAR PUSTAKA
A. Fiqih
1.
Kifayatul Achyar, oleh Muhammad Taqiyuddin
2.
Fiqh ala mazahib Arba’a oleh panitia Negara di Mesir
3.
Mu’ainul Mubin oleh Abdul Hmid Hakim
4.
Al-Mahalli Syahara Minhaj Thalibin oleh Jalaludidin
5.
Al Um karangan imam Syafi’i
6.
Kitab Jenazah Putusan Majlis tarjih Muhammadiyah
7.
Muqaranatul Mazahib (Muzakkirat Perguruan Tinggi Azhar) oleh Thaha Mustafa Habib
8.
Tarikh tasyri’ Islami (Muzakkirat Perguruan Tinggi Azhar) karangan Abdur Rachman
Taj dan Muhammad Ali Sabisi
9.
Mir-atul Haramian oleh Ibrahim Rif’at Basya
10. Muqodimah Ibnu Khaldun
B. Hadits
1.
Shahih Bukhari
2.
‘Umdatul Qari/Syarah Shahih Bukhari oleh Badru ‘Aini
3.
Shahih Muslim
4.
Syarah Shahih Muslim oleh Imam Nawawi
5.
Nailul Authar oleh Muhammad Syaukani
6.
Fathul Mubdi oleh Muhammad Syarkawi
C. Tafsir
1.
Ahkamul Quran karangan ibnu ‘Arabi
2.
Tafsir Ayatul Ahkam (Muzakkirat Perguruan Tinggi Ashar) karangan Husaini Sultan,
Abdus Salam ‘Askari dan Abdur Rachman Taj
3.
Tafsir Abi Su’ud
4.
Mafatihul Ghaibi oleh Fakhruddin ar Razi
5.
Tafsir Quran oleh Mahmud Junus
6.
Nailul Maram oleh Muhammad Shiddaq Khan
D. Lain-lain
1.
Dairatul-Ma’arif oleh Muhammad Farid Wajdi
2.
Hendelsrekenen door, A.A.P. Bouwhof J.C. Lagerweff
3.
Suhendi, Hedi. 2002. Fiqih
muamalat. Jakarta: PT. RAJAGRAFINDO PERSADA
4.
Mulyadi, Ahmad. 2006. Fiqih.
Bandung: penerbit Titian Ilmu
5.
Abdul Jalil, Ma’ruf. 2006.
Al-Wajiz. Jakarta: Pustaka As-Sunah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
tolong tinggalkan komentar.. okey!!!