Antara Sekolah
dan Kuliah
(Afif Luthfi)
Teringat
dengan jelas ketika masa- masa belajar di Madrasah Aliyah Miftahussalam saat
ditanya mengenai kemana setelah lulus nanti, dalam hati ku menjawab “ Aku
Harus Bisa Melanjutkan Studi ” kalimat ini ku tanamkan dalam diri
sekuat-kuatnya, saat ada orang bertanya hal sama aku juga jawab dengan sama
pula “studi, studi, dan studi” . Ya berbekal satu keyakinan ini aku mulai
pengen tau gimana sih sebenarnya rasa bangku perkuliahan?, Bagaimana rasa menyandang predikat status
yang tuhan pun tidak mau memakainya?,
Menjadi mahasiswa titik.
Kepada
beberapa guru dan orang tuaku ku alamatkan pertanyaan tersebut. Jawaban yang
aku dapat membuat perasaan harap harap cemas. “ sedemikiankah kuliah itu
mengerikan? Disaat satu mata kuliah tidak lulus maka harus mengulang
bersama adik adik tingkat. Pasti perasaan malu yang datang taktertahankan.
“Tanyaku dalam hati”
Mulai
saat inilah saya menganggap adanya “Gap” yang luar biasa jauh antara sekolah
dan kuliah. Setelah masuk kuliah saya harus menyesuaikan diri dengan lingkungan
yang sedemikian rupa. Pada saat ini berjuta juta anggapan saya tentang kuliah
hanya mengendap dalam dada dan pikiran. Hingga akhirnya Allah menunjukan
jalannya, saya diberi kesempatan untuk merasakan sendiri bagaimana itu kuliah.
Pertanyaan yang dahulu menyeruak dalam hati sekarang satu persatu mulai
terjawab dengan berjalannya waktu.
Sama
sama belajar
Diawal perkuliahan, jujur saja, saya masih bertanya kepada diri
saya sendiri, “ Benarkah saya sudah dilingkungn perkuliahan, benarkah saya
menjadi bagian dari segelintir orang yang bisa merasakan bangku bernama
PERKULIAHAN?”, tanya saya dalam hati waktu itu. Tak terasa setahun
telah aku jalani perkuliahan ini, beda, sangat dan sangatlah beda antara
sekolah dan kuliah. Tidak ada waktu pembelajaran yang monoton, pakaian bebas
namun sopan. Masalah pakaian jadi teringan tentang penjelasan alasan adanya
penyeragaman pakain sekolah dari salah satu guru AKIDAH. Katanya gini: “ tujuan
dari penyeragaman pakaian sekolah salah satunya agar tidak menimbulkan
ketimpangan social antara si kaya dan kurang kaya. Seandainya pakaian bebas
pasti berbeda beda merek pakaian, berbeda pula harga yang intervalnya terpaut
amat jauh, begitulah kira kira penjelasanya dulu.
Aku masih teringat ketika setiap jam
Akidah dan Matematika pasti ada pemeriksaan Rambut dan Kuku. Yang panjang dan
gondrong dipotongin, sabuk pun
dipersoalkan, dalam kuliah hal itu menjadi urusan masing masing, mau panjang,
gondrong , kribo menjadi urusan masing masing karena dianggap mereka mempunyai
kemandirian dan kedewasan untuk menentukan pilihan.
Selain yang disebutkan diatas
perbedaan prinsipil tentunya masih ada. Terlepas dari perbedaan yang sama antar
keduanya adalah “ SAMA SAMA BELAJAR”. Sekolah: tempat belajar (menimba ilmu) perkuliahan
pun demikian: tempat belajar dan memperdalam ilmu. Intinya adalah belajar,
memperluas pengetahuan, memperdalam ilmu dan mencari bekal untuk kehidupan yang
lebih luas.
Belajar
“ Tanpa Batas”
Guru spiritual saya pernah mengatakan
yang menentukan keberhasilan seseorang adalah “ Universitas Kehidupan”. Tidak
berusaha mengesampingkan universitas formal tetapi untuk menjelajahi hiruk
pikuk kehidupan ilmu dari Universitas formal masih sangatlah kurang. Seseorang
dituntun mengali lebih jauh dan mendalam tentang pengetahuan dan keilmuan dari
segala bidang.
Universitas kehidupan adalah
perguruan tinggi tanpa sekat ruang dan waktu yang ada dalam alam semesta ini.
Universitas ini boleh diakses oleh siapapun dan kapan pun. Universitas ini pula
menjadikan semua orang sebagai guru, menjadikan semua tempat sebagai madrasah,
menjadikan semua benda menjadi media pembelajaran, kata pepatah Arab “ ambilah
hikmah walaupun keluar dari mulut binatang sekalipun”. Jika ruang kelas
universitas formal mempersiapkan untuk menjawab soal soal , maka di universitas
kehidupan mempersiapkan diri untuk menjawab masalah kehidupan. Inilah
universitas kehidupan yang mendidik manusia menjadi pribadi yang sebenarnya.
Bukan maksud saya merendahkan kawan
kawan yang punya impian melanjutkan ke Universitas Formal. Perlu diingat mulai
dari awal bahwa ketika sebuah ilmu pengetahuan hanya berhenti di dalam kelas
maka dia cukup menjadi teori yang tidak memiliki banyak makna dan arti. Pada
titik inilah universitas kehidupan menjadi lahan untuk mengapresiasikan ilmu
yang didapat dalam ruang kelas. Intinya tidak ada yang tidak bisa dijadikan
media, guru, tempat yang dapat kita jadikan sebagai sarana menimba ilmu dalam
universitas kehidupan. Mari hadirkan mindset itu dalam pikiran kita (garis
bawahi).
Kalau konsep itu kita pegang dengan
kuat-kuat selanjutnya adalah komitmen akan niat (N-I-A-T). empat huruf yang
perlu selalu menyala dan kita jaga agar tidak padam, boleh kita putus asa tapi
tidak boleh putus belajar. Niat kata ini memegang perana penting dalam segala
hal, kita pasti tidak asing dengan ungkapan ini
“ Segala Sesuatu Tergantung Niatnya “ kalau niatan keduniaan yang
mendominasi, hanya keduniaanlah yang akan kita raih, tapi jika niat kita lebioh
dari itu: ridho Allah maka kebahagiaanj duniawi dan ukhrowi sebagai imbalanya.
Oleh karena itu , mari merenung dan
refleksikan diri. Apa sebenarnya yang ingin kiata capai dalam “proses belajar”
yang dalam hadits nabi tidak boleh
berenti sampai dijemput ajal. Logika belajar selayaknya dipersiapkan seperti
seseorang yang meneguk air lautan, semakin banyak air yang diminum justru
dahaga dan rasa haus makin kuat dirasakan. Semakin kita berenang ketengah
lautan maka makin dalam, makin luas, makin tak terhingga akan lautan itu. Ilmu
semakin dicari, semakin membuat bodoh karena semakin banyak hal yang ia tidak
mengerti. Semakin banyak kita kumpulkan
untuk dikaji semakin membuat kita penasaran.
Sebagai penutup, Allah memang sudah
berjanji mengajarkan ilmu untuk manusia. Mengajarkan ilmu dengan perantara
kalam. Mengajari manusia dengan apa-apa yang tidak diketahui. Mula mula manusia
tidak bisa membaca dan menulis, Allah mengajarkan ilmunya. Jika Allah sudah
pernah berjanji apakah kita hanya menunggu tanpa pernah mencari?. Kita adalah makhluk
yang paling mulia yang dibekali akal dan kemampuan usaha. Ilmu Allah tidak akan
turun begitu saja. Kitalah yang harus menjemputnya dengan jerih payah, dan tak
kenal lelah. Mencari tanpa henti
dimanapun, kapanpun, pada siapapun tanpa ada sekat ruang dan waktu , yang ada
hanyalah ajal yang memberhentikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
tolong tinggalkan komentar.. okey!!!